(TPB#6). AIR BERSIH DAN SANITASI LAYAK
Menjamin ketersediaan dan manajemen air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan bagi semua.
Air bersih dan sanitasi layak adalah kebutuhan dasar manusia. Salah satu poin dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) pada sektor lingkungan hidup adalah memastikan masyarakat mencapai akses universal air bersih dan sanitasi.
Sekjen PBB menetapkan 27 Panel Tingkat Tinggi pada bulan Juli 2012. Panel Tingkat Tinggi merupakan kemitraan global yang bertujuan untuk memberantas kemiskinan dan mengubah perekonomian melalui pembangunan berkelanjutan. Fokus utama ada pada ketersediaan pangan, air bersih, dan energi yang merupakan dasar dari kehidupan.
Perubahan yang paling penting dalam konsumsi berkelanjutan dan produksi akan didorong oleh teknologi, inovasi, desain produk , pedoman kebijakan yang terperinci, pendidikan, dan perubahan perilaku. Panel mengusulkan dua belas Universal Goals dan Nasional Target. Target tersebut menyerukan pada negara-negara untuk “Mencapai universal akses dalam sektor air minum dan sanitasi” yang diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030.
Bank Dunia pada 2014 mengingatkan 780 juta orang tidak memiliki akses air bersih dan lebih dari 2 miliar penduduk bumi tidak memiliki akses terhadap sanitasi. Akibatnya ribuan nyawa melayang tiap hari dan kerugian materi hingga 7 persen dari PDB dunia. Sanitasi, begitu juga air bersih, secara khusus dibahas pada tujuan enam SDGs, walaupun tetap perlu menjadi catatan bahwa tujuan-tujuan yang ada ini sesungguhnya merupakan suatu kesatuan.
Akses terhadap air minum dan pelayanan dasar merupakan prioritas nasional dan hal itu sangat erat kaitannya dengan isu pembangunan lain seperti kesehatan, kemiskinan, dan pembangunan manusia. BAB sembarangan dan air limbah yang tidak diolah mengkontaminasi persediaan air dan menjadi sumber penyebaran penyakit diare juga kolera. Satu dari empat anak balita di Indonesia mengalami diare, yang merupakan penyebab utama kematian balita (UNICEF, 2018).
Pada tahun 2018, 30,8% anak balita juga mengalami stunting (Riskesdas, 2018). Intervensi yang kuat, seperti penyediaan air minum, dapat berkontribusi sebesar 70% terhadap pencegahan stunting. Akses terhadap layanan sumber air minum layak mengalami kenaikan dari tahun ke tahun.
Tahun 2018, sebesar 87,75% penduduk memiliki akses terhadap layanan sumber air minum layak termasuk yang bersumber dari perpipaan (20,14%) dan non-perpipaan (67,61%). Namun cakupan dari cadangan air yang dikelola secara aman masih rendah. Sebuah Studi menyatakan bahwa akses terhadap sumber air minum yang aman hanya sebesar 8,5% (Hasil Survei Kualitas Air DIY, 2015).
Berdasarkan data proxy dari Studi tersebut, angka nasional hanya sebesar 6,8%.Meskipun angka proyeksi pada tahun 2030 menyatakan bahwa akses terhadap sumber air minum layak sudah universal, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan akses terhadap air minum aman dan sistem persediaan air perpipaan. Akses terhadap air minum aman ditargetkan mencapai 15% pada tahun 2024 dan 43,15% pada tahun 2030. Sementara itu, akses terhadap sistem persediaan air perpipaan ditargetkan mencapai 30,54% pada tahun 2024, dan 53,94% pada tahun 2030.